
Karya Terbaru
DEE LESTARI
Ketika penciuman membawa kita menjelajah dunia baru, membuka pintu menuju dunia yang tidak pernah kita pikirkan.
Rilis serentak di toko buku seluruh Indonesia tanggal 16 Maret 2018


Persembahan Kami
Bentang Pustaka selalu berusaha menghadirkan pengalaman baru dalam membaca, melalui terbitan karya-karya berkualitas, salah satunya adalah karya terbaru penulis perempuan Indonesia terlaris, Dee Lestari.
Selamat menghidu Aroma Karsa.
Dee Lestari di Talkshow Sarah Sechan NET. TV
Sinopsis
JATI mengenal Komandan Mada lewat sebuah kasus yang menghebohkan TPA Bantar Gebang, setahun lalu, tatkala seorang penadah asal Indramayu bernama Aan Durahman dikabarkan berhari-hari tak pulang ke bedengnya.
Istri Aan, seorang perempuan Sunda bernama Imas, mengadu kepada Nurdin, yang lalu mengusulkan agar Imas mengadu ke polisi. Usulan itu disambut tawar. Tidak mudah bagi warga di TPA mendapatkan perhatian polisi. Warga TPA hidup dalam hierarki dan sistem kemasyarakatan tersendiri. Pekerja datang dan pergi dengan aturan di luar jangkauan birokrasi resmi. Imas meyakini suaminya korban persaingan kotor antarpenadah. Namun, tak ada bukti. Penyelidikan polisi yang setengah hati, warga yang menutup diri, membuat kasus hilangnya Aan lenyap ditelan sampah.
Suatu hari di warung nasi dekat titik pembuangan Zona 6, Jati melihat Imas melamuni bukit sampah dengan pandangan nanar, pipi basah oleh air mata. Pengunjung lain di warung tidak menggubris Imas yang sejak suaminya hilang sering terlihat luntang-lantung. Mereka memilih asyik dengan piring nasi dan gelas kopi masing-masing. Mereka tahu satu pertanyaan “kenapa?” akan berujung pada keluh kesah yang tak selesai-selesai. Hanya Jati yang cukup naif untuk bertanya.
Mengalirlah untaian cerita Imas, yang sebagian besar sudah pernah Jati dengar dari Nurdin, dilengkapi sebuah informasi tambahan. Imas bercerita, Aan mendatanginya lewat mimpi. Dalam mimpi itu, Aan mengatakan bahwa dirinya terbenam dalam timbunan sampah. Imas semakin yakin suaminya tewas dibunuh. Namun, Imas juga sadar, ibarat mencari satu bangkai teri di lautan bangkai segala rupa ikan, mencari jasad di timbunan sampah Bantar Gebang membutuhkan keajaiban.
Imas tidak tahu bahwa anak buah Nurdin yang mengobrol dengannya punya julukan “Hidung Tikus”. Jika ada satu manusia di Bantar Gebang yang mampu menghadirkan secercah kemungkinan di lautan ketidakmungkinan, manusia itu adalah Jati Wesi si Hidung Tikus. Percakapan tak sengaja di warung nasi berubah menjadi misi.
Berbekal potongan keterangan tentang hari-hari terakhir Aan, Jati memutuskan menyelidiki Zona 3 dan Zona 4. Ia mengambil cuti dari semua tempat kerjanya demi menyusuri petak demi petak bukit sampah. Jati berpacu dengan waktu. Suhu dan mikroba dalam gundukan sampah mempercepat dekomposisi mayat. Petunjuk bau yang ia cari terus bergeser.
Pada hari ketujuh sejak hilangnya Aan Durahman, Jati akhirnya menancapkan pasak kayu di satu titik di bukit sampah Zona 4. Beberapa rekannya dari pabrik kompos membantu Jati menggali area di sekitar pasak itu. Setelah beberapa jam menggali, pada kedalaman kurang lebih satu setengah meter dari permukaan tampaklah punggung manusia bertelungkup. Jasad itu kemudian dikenali dan dikonfirmasi oleh Imas, setelah terpingsan-pingsan beberapa kali, sebagai jasad suaminya yang raib.
Polisi menindaklanjuti. Dari proses autopsi, diketahui bahwa Aan mati akibat jeratan di leher. Penyidikan polisi terus berlanjut hingga akhirnya seorang penadah dan dua kaki tangannya terjerat tuduhan pembunuhan berencana. Teori Imas terbukti benar. Namun, tanpa Jati Wesi si Hidung Tikus, teori itu tak akan melangkah lebih jauh dari racauan istri kehilangan suami.
Jati ikut dipanggil ke kantor polisi. Seseorang inginmewawancarainya. Komandan Mada Utama.
Selepas makan siang, Komandan Mada memanggil masuk pemuda dua puluh lima tahun bernama Jati Wesi itu ke ruang kerjanya. Dengan perhatian penuh, ia mempelajari Jati yang duduk mengkeret dengan kepala separuh menunduk.
“Bagaimana kamu bisa tahu tempat Aan dikubur?” tanya Komandan Mada tanpa basa-basi.
“Dari baunya, Komandan.”
Komandan Mada sempat menengok ke tempat evakuasi. Ia juga pernah berkeliling ke area TPA Bantar Gebang yang luasnya ratusan hektare. Kiri-kanan, depan-belakang, atas-bawah, baginya hanya ada satu bau di situ. Bau sampah. “Mayat Aan terkubur sampah satu setengah meter, betul? Dan, kamu masih bisa cium baunya dari permukaan? Begitu?”
“Mayat manusia baunya beda, Pak.”
Desain
yang Artsy


Tebal dan
Penuh Makna
- Kursus meracik parfum – untuk mengetahui dasar ilmu peracikan parfum, Dee mengikuti kursus yang diselenggarakan Nose Who Knows di Singapura, afiliasi dari Cinquième Sens, Prancis.
- TPA Bantar Gebang – untuk mengetahui kehidupan pemulung, mengalami langsung aroma TPA, serta melihat kondisi di sana.
- Gunung Lawu – untuk mewawancarai juru kunci, meriset jalur tengah.
- Pabrik Mustika Ratu – sebagai model perusahaan kosmetik Kemara yang menjadi bagian cerita.
- Darwyn Tse (Making Scents by DTSE) – seorang peracik parfum artisan di Indonesia.
- Fakultas Ilmu Budaya UI – tentang bahasa Jawa Kuno dan epigrafi Majapahit, antara lain Dr. Ninie Susanti & Dwi Puspitorini, S.S., M.Hum.
- Vincent Luhur – seorang kolektor anggrek untuk kebutuhan detail anggrek dalam cerita.
- Ananda Mikola – untuk melengkapi detail yang dibutuhkan bagi seorang karakter pembalap di cerita.
Bagi Dee, riset yang cermat dan tepat penting untuk “menganyam fakta ke dalam fiksi”, sehingga karya yang dihasilkan memiliki efek kuat dan terasa nyata bagi pembaca.

DEE LESTARI
Dewi Lestari, bernama pena Dee Lestari, memulai debutnya di dunia sastra pada 2001 dengan episode pertama serial Supernova berjudul Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh. Disusul episode-episode berikutnya; Akar (2002), Petir (2004), Partikel (2012), Gelombang (2014), dan Inteligensi Embun Pagi (2016) sebagai episode pamungkas sekaligus penanda 15 tahun perjalanan serial Supernova. Pada 2017 Dee merilis Kepingan Supernova, berisi kumpulan kutipan serial Supernova. Tahun 2018 Dee kembali melahirkan karya berjudul Aroma Karsa dengan aroma sebagai benang merahnya.
Karya fenomenal Dee lainnya, yakni Filosofi Kopi (2006), Rectoverso (2008), Perahu Kertas (2009), dan Madre (2011), termasuk Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh telah diadaptasi menjadi film layar lebar.Berbagai penghargaan diperoleh Dee, antara lain 5 Besar Khatulistiwa Award, Karya Sastra Terbaik 2006 versi Majalah Tempo, Penghargaan Badan Bahasa dan Departemen Pendidikan Indonesia, Anugerah Pembaca 2015 untuk Kategori Fiksi Favorit dan Penulis Favorit, Anugerah Pembaca 2016 untuk Kategori Fiksi Favorit dan Penulis Favorit, dan Book of The Year 2016 dari Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI).
Perlu segera dibaca” Ali Akbar (@arkeologkeren)

978-602-291-463-1 | Soft Cover |
14 x 20 x 4 Cm